- Home>
- NASI BUNGKUS PRESIDEN
Posted by : Unknown
Kamis, 11 Oktober 2012
Sore itu ku
berjalan susuri barisan gerbong kereta tua yang sudah pensiun. Ketika aku
berada di samping salah satu gerbong kereta tua dengan jendela yang sudah
retak, tiba-tiba terdengar sebuah suara menyayat hati.
“Bu... lapar....”
Kupertajam indera dengarku.
Kupertajam indera dengarku.
“Bu, pengen
makan....”
“Iya nak, ibu tahu
kau lapar. Tapi, ibu tak punya apa-apa. Tunggu bapak ya....”
“Bu... aku lapar.”
“Iya nak, ibu
tahu. Tunggu bapakmu.”
Aku tak berdaya
mendengarnya. Kuingin membantu, tapi... nasibku serupa. Sudah sejak pagi tadi
perutku hampa. Hanya air mineral yang bisa kuteguk. Itupun hanya setengah botol
yang tersisa. Beruntung kutemukan botol air itu di kursi gerbong paling ujung.
Tak biasanya aku kehabisan barang penumpang yang tertinggal.
“Bu, lapar....”
“Iyaaaa... nak...
tunggu bapakmu.”
Tiba-tiba kulihat
di kejauhan tampak seorang tua berjalan agak gontai. Dia menghampiri sumber
suara yang kudengar tadi.
“Nak, Tuhan
mendengarmu. Bapakmu sudah datang. Semoga ia membawa makanan.”
“Bu, bapak pulang.”
“Bapak... Ara
lapar, mau makan.”
“Iya, nak, bapak
juga dengar suaramu. Beruntung kita hari ini karena presiden kita mau menaikkan
harga BBM. Semoga terus setiap hari berita itu muncul.”
“Pak, Ara lapar.
Ara gak ngerti BBM. Ara mau makan.”
“Iya, nak. Bapak
tahu. Bapak bawa makanan. Tapi, kamu harus bilang makasih.”
“Iya pak,
makasih.”
“Bukan ke bapak
nak, tapi ke presiden kita.”
“Emang makanan ini
dari presiden ya pak?”
“Iya nak, karena
presiden mau menaikkan BBM, hari ini bapak dapat makanan.”
“Pak presiden yang
ngasih nasi bungkus ini pak? Bapak tadi ketemu presiden ya? Bapak hebat. Ara
mau ketemu presiden pak. Ara mau bilang makasih ke presiden. Bapak antarkan Ara
Ya....”
“Sudah, kamu makan
dulu sana.... Habiskan ya nak.”
Sesaat ku terdiam.
Kurenungkan dialog bpk dan anak itu. Presiden mmberi nasi bungkus? Kpd bapak
tua yang tinggal di gerbong? Telingaku terganggukah? Bermimpikah aku? Atau
memang benar sang presiden sebaik itu??
Alangkah baiknya
sang presiden. Sungguh seorang pemimpin yang peduli pada rakyatnya. Aku
terharu.
Namun tiba-tiba secuil otakku berontak. Tidak, presiden tidak sebaik itu. Kudengar tadi ada isu BBM akan dinaikkan. BBM naik. Bukankah hal itu berat untuk rakyat?? Termasuk aku dan bapak itu sekeluarga akan terkena dampaknya.
Namun tiba-tiba secuil otakku berontak. Tidak, presiden tidak sebaik itu. Kudengar tadi ada isu BBM akan dinaikkan. BBM naik. Bukankah hal itu berat untuk rakyat?? Termasuk aku dan bapak itu sekeluarga akan terkena dampaknya.
BBM naik. Presiden
memberi nasi bungkus. Apa hubungannya???
Otakku yang kerdil
ini tak sanggup temukan jawabannya. Aku linglung. Di tengah kelinglunganku aku
limbung. Aku tertidur dgn perut yang hanya terisi air mineral setengah botol,
yang tadi tertinggal.
Keesokan paginya ku terbangun. Seperti biasanya kususuri gerbong demi gerbong brharap ada makanan/barang penumpang tertinggal. Hari ini aku lebih beruntung. Kutemukan di salah satu gerbong, setengah roti sobek ukuran sedang dn seperapat botol air mineral. Tuhan berbaik hati padaku. Walau bukan presiden yang memberiku makan, aku bersyukur Tuhan masih sayang padaku.
Hari ini perutku lebih terisi. Sepertinya utangku pada perutku kemarin telah kulunasi. Kunikmati kebaikan Tuhan hari ini. Puas mengisi perut, ku berjalan susuri barisan gerbong-gerbong tua yang sudah pensiun. Aku di salah satu gerbong, sedang bapak tua yang mendapat nasi bungkus dari presiden itu dan keluarganya di gerbong selanjutnya.
Keesokan paginya ku terbangun. Seperti biasanya kususuri gerbong demi gerbong brharap ada makanan/barang penumpang tertinggal. Hari ini aku lebih beruntung. Kutemukan di salah satu gerbong, setengah roti sobek ukuran sedang dn seperapat botol air mineral. Tuhan berbaik hati padaku. Walau bukan presiden yang memberiku makan, aku bersyukur Tuhan masih sayang padaku.
Hari ini perutku lebih terisi. Sepertinya utangku pada perutku kemarin telah kulunasi. Kunikmati kebaikan Tuhan hari ini. Puas mengisi perut, ku berjalan susuri barisan gerbong-gerbong tua yang sudah pensiun. Aku di salah satu gerbong, sedang bapak tua yang mendapat nasi bungkus dari presiden itu dan keluarganya di gerbong selanjutnya.
Masih penasaran
dengan kisah mereka kemarin. Aku pun lalu kembali mendekati mereka. Kucoba
menguping untuk mendapatkan jawaban. Benarkah sang presiden memberikan nasi
bungkus kepada bapak tua itu? Lalu apa hubungannya dengan BBM akan naik??
Dengan sabar
kutunggu si bapak tua itu pulang. Lalu seperti hari-hari sebelumnya. Kudengar
dialog dengan urutan yg sdh kuhapal.
“Bu, lapar... mau
makan.”
“Iya nak, tunggu
bapak pulang.”
Seperti sebelumnya
pula, beberapa lama kemudian sang bapak tua pulang. Tentu saja membawa makanan
untuk anaknya.
“Pak, lapar....”
“Iya nak, nih
bapak bawa nasi bungkus lagi buat kamu. Ini dari presiden juga, nak.”
“Bapak ketemu pak
presiden lagi?”
Sang bapak tua tak
menjawab. Ia malah menjawab seperti tadi.
“Nasi ini dari presiden kita, nak.”
“Nasi ini dari presiden kita, nak.”
Lalu meminta
anaknya makan.
“Sudah, makan dulu
sana. Habiskan nasi dari pak presiden.”
Beberapa saat
kemudian, sang ibu menarik bapak tua itu menjauh dari anaknya. Kemudian ia
berbisik. Sayup kudengar dialog mereka, sementara si anak asik dengan
makanannya.
“Bapak benar
bertemu pak presiden? Benar bapak diberi nasi bungkus oleh presiden? Benar
bapak.... Benar bapak....”
Rentetan
pertanyaan berbisik itu meluncur deras dari mulut sang ibu. Seolah menumpahkan
segudang rasa penasaran.
Hahahaha, ternyata
rasa penasaranku tak kalah dengan sang ibu. Dalam hati kumerasa sebentar lagi
penasaran itu 'kan terjawab.
Dengan tenang sang
bapak memegang kedua pundak sang ibu.
“Bu, kita ini
siapa? Presiden kita siapa? Kita tinggal di gerbong tua, beliau di istana. Dia
tak mengenal kita bu, dia tak kenal bapak. Lagipula ibu percaya bahwa presiden
memberi nasi bungkus kepada rakyat hina seperti kita??”
“Tapi pak....
Beberapa hari ini bapak bilang dapat nasi bungkus dari presiden.”
“Bu..., bapak
sendiri takkan percaya seandainya hal itu benar.”
“Lalu pak.... Dari
mana nasi bungkus itu?”
Rasa penasaranku
semakin menjadi. Otakku mendidih, badanku bergetar menanti jawaban untuk
pertanyaan-pertanyaan itu.
“Bu, bapak
beberapa hari ini mendekati lokasi demonstrasi. Mereka katanya menolak kenaikan
BBM. Bapak tidak tahu masalah BBM. Bapak juga tak peduli. Siang-malam kita
tidak berhubungan dengan BBM. Yang bapak tahu, menurut teman-teman pemulung
lainnya, di sana ada demonstrasi. Mereka menolak BBM naik.
Kata mereka,
setiap siang sekitar jam 12-an pendemo itu istirahat. Mereka makan siang.
Mereka bilang setiap siang itu ada beberapa orang yang datang membawa makanan,
nasi bungkus. Nasi bungkus itu dibagikan kepada para pendemo. Tukang becak,
pengemis, dan pemulung yang ada di sana dikasih juga, bu.
Beberapa hari ini
bapak mendekati demonstrasi dan ketika pembagian nasi, bapak juga dapat bagian.
Bapak tidak tahu siapa yang mengirim nasi bungkus itu. Bapak cuma tahu pak
presiden ingin menaikkan harga BBM. Bagi bapak, nasi bungkus ini karena niat
presiden, nasi ini dari presiden.
Seketika aku
tergagap. Aku terdiam berjuta bahasa. Presiden memang baik hati. Presiden
memang memberi nasi bungkus kepada bapak tua itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar